Yang tersisa dari Workshop, Guru Berkarakter untuk siswa berpresatasi, Kerjasama PT. TELKOM,Tbk, Intel @ dan Harian REPUBLIKA. Salah satu materinya adalah " menulis " , ya... seperti inilah yang baru dapat saya hasilkan :
“TETAPLAH
BERSYUKUR”
KETIKA
PEMBAYARAN TUNJANGAN SERTIFIKASI TERTUNDA
Lainsyakartum
laaziidannakum walainkafartum innadzaabiilasyadiid ( Q.S. Ibrohim :7)
Koran Republika On Line, tanggal 30 April
2013, menuliskan berita berjudul : “Tunjangan Sertifikasi Guru di Solo Belum
Cair “. Berita yang bermakna sama dapat dengan mudah kita baca atau sering kita
baca di koran atau majalah berita lainya. Koran TEMPO CO edisi 17 Mei 2013 juga
mengangkat berita berjudul : Ratusan Guru Belum Terima Gaji Sertifikasi.
Kejadian
keterlambatan pembayaran tunjangan sertifikasi guru sebenarnya tidak hanya
terjadi di daerah daerah yang disebutkan dalam berita tersebut, melainkan
hampir disemua daerah, dari sabang sampai merauke. Keterlambatan pembayaran
tunjangan sertifikasi itupun bukan hanya terjadi pada tahun 2013 ini saja,
melainkan sejak awal dimulainya pembayaran
tunjangan sertifikasi guru ( 2007 ).
Mengapa
ini semua terjadi dan seolah tidak ada
proses perbaikan sistem sehingga pembayaran tunjangan sertifikasi dapat
terbayarkan tepat waktu ? Banyak alasan senantiasa disampaikan pemerintah,
misalnya seperti yang disampaikan Bpk. Sumarna, Direktur Pembinaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan ( PPTK ) yang dimuat pada Media Online Kontak Banten 27
maret 2013 yaitu: Adanya perubahan jumlah penerima tunjangan sertifikasi
mengakibatkan jumlah dana tidak sesuai dengan yang dianggarkan, adanya data
guru yang mengalami perubahan jumlah jam mengajar kurang dari 24 jam .
Mengapa
para guru merasa resah ( dan mereka berhak untuk resah ), karena para guru
menganggap tunjangan sertifikasi tersebut adalah haknya dan sudah
seharusnya pemerintah membayarkanya
sesuai jumlah dan secara tepat waktu. Para guru merasa telah memenuhi “
persyaratan persyaratan “ administratif “ untuk mendapatkan tunjangan tersebut
yaitu dengan dimilikinya Sertifikat Pendidik dan Jumlah beban mengajar minimal
24 jam mengajar linier tiap minggnya.
Berbagai
cara telah dilakukan oleh para guru dalam menyikapi terjadinya keterlambatan
pembayaran tunjangan sertifikasi ini.
Mereka menyampaikan aspirasi melalui demonstrasi, melakukan audiensi
dengan anggota DPR, berjuang melalui PGRI sebagai organisasi profesi guru atau
mungkin cukup menambah dan memperpanjang do’a kepada Allah SWT semoga
pembayaran tunjangan sertifikasi dapat lancar.
Memang
ketika kita membaca dan mencermati “ sekilas “ tentang berita berita
tersebut, ada kesan bahwa para guru senantiasa
“terdholimi “ oleh pemerintah. Simpulan ini tidak salah, mengingat Tunjangan
Sertifikasi memang merupakan hak para guru yang telah bersertifikat pendidik
dan memenuhi minimal 24 jam mengajar mata pelajaran yang relefan
tiap minggunya. Namun demikian patutlah kiranya para guru juga harus “
Instropeksi diri “, sudahkah dengan menerima tunjangan sertifikasi selama ini,
tugas tugas sebagai guru professional telah dilaksanakan.
Kita tengok
kebelakang apakah sebenarnya maksud dan tujuan diadakanya program sertifikasi
guru itu? Program Sertifikasi guru merupakan upaya
pemerintah untuk menjadikan guru sebagai pekerja profesional, seperti halnya
Notaris, Akuntan, Dokter dll. Dasar
utama pelaksanaan sertifikasi guru
adalah amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ( UUGD ). Pada pasal 8 Undang Undang tersebut dinyatakan
: guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Konsekuensi
dari pelaksanaan UUGD tersebut adalah adanya kewajiban pemerintah untuk
memberikan Tunjangan sertifikasi guru sebesar 1 kali gaji guru tiap bulan bagi
guru yang telah memenuhi syarat sebagi guru profesional. Adanya tunjangan
Sertifikasi / tunjangan Profesi ini adalah “manfaat” langsung yang dapat dirasakan guru ketika
telah melaksanakan tugasnya secara professional.
Patut
kiranya para guru senantiasa mencermati pasal 8 UUGD tersebut setiap kali mendapati kenyataan adanya keterlambatan
pembayaran Tunjangan Sertifikasi Guru. Bahwa guru (yang berhak)
mendapatkan tunjangan sertifikasi
adalah guru yang senantiasa : 1)
memiliki kelayakan dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, 2) guru yang senantiasa meningkatkan
proses dan mutu hasil pendidikan dan 3) guru yang senantiasa meningkatkan
profesionalitasnya sebagai guru.
Kenyataan
dilapangan menunjukan kita menjumpai, para guru telah menjadikan “ Sertifikat
Pendidik “ sebagai sebuah tujuan. Padahal sebenarnya “ Sertifikat Pendidik “
haruslah dijadikan alat bagaimana para guru dapat mewujudkan tujuan program
sertifikasi guru. Pemenuhan jumlah jam mengajar minimal 24 jam mata pelajaraan
relevan per minggu juga terkadang dilakukan dengan cara cara yang melanggar
“etika” sebagai tenaga professional
misalnya memecah rombongan belajar ( rombel ) yang seharusnya satu
rombel menjadi dua rombel, mengakui tugas yang sebenarnya tidak dilaksanakan
secara professional ( koordinator lab, kepala perpustakaan dll ) . Dengan pemahaman yang benar tentang
bagaimana memaknai program sertifikasi guru diatas, patutlah para guru
seharusnya tetap “ Bersyukur “ manakala tunjangan sertifikasi mengalami
keterlambatan pembayaran. Setidaknya ada tiga alasan mengapa para guru harus tetap “ bersyukur meski pembayaran
Tunjangan Sertifikasi terlambat. Alasan syukur pertama karena yang mengalami keterlambatan pembayaran “hanyalah “
tunjangan sertifikasi, bukan gaji yang harus diterima tiap bulan. Alasan kedua, berdasar pengalaman, pembayaran
Tunjangan hanya “ tertunda “ tetapi tidak hilang / hangus. Alasan syukur yang ketiga, mungkin ini upaya Allah SWT, Tuhan YME untuk mengingatkan para guru agar se nantiasa
mengingat “tujuan” dari program
sertifikasi guru ini, bukan hanya mengingat “manfaat” dari sertifikasi guru.
Semoga !